SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI, PASTIKAN ANDA JADI BAGIAN SANG PERUBAH PERADABAN
JADILAH GENERASI JITU DENGAN MEN"JITU"KAN DIRI SENDIRI
Jumat, 21 September 2012
SAATNYA SEORANG BIROKRAT MEMPERBAIKI BIROKRASI (Harapan untuk Bupati Subang yang baru dilantik)
Pemerintah tengah gencar – gencarnya mengagendakan Reformasi Birokrasi sebagai tuntutan paradigma baru penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah juga telah menetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 –2025 yang menetapkan delapan area perubahan, yang kemudian disederhanakan lagi menjadi Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi yang lebih aplikatif. Dari program tersebut bermakna bahwa Reformasi Birokrasi bertujuan mewujudkan birokrasi yang bersih, kompeten dan melayani.
Untuk mewujudkan Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi Pemerintah melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sedang melaksanakan Program Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), dimana program tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi No 1 Tahun 2012. Saat ini program tersebut masih berjalan di istansi pusat yaitu di 36 K/L, yang selanjutnya akan diterapkan di instansi pemerintah daerah.
Adapun yang menjadi alasan perlunya reformasi birokrasi adalah untuk mengembalikan performance dan fungsi birokrasi yang selama ini atau sejak masa kolonial, orde lama , orde baru, hingga orde reformasi sekarang ini cenderung memiliki potret buram bahkan hitam, tapi itulah yang tercitra di masyarakat sekarang. Masyarakat sudah anti pati terhadap birokrasi yang terkesan kaku (rigid), berbelit – belit, inefisien, unproductive dll.
Birokrasi merupakan mesinnya pemerintahan, sehingga kerusakan birokrasi sangat berpengaruh besar terhadap baik dan buruknya penyelenggaraan pemerintahan. Kerusakan birokrasi tersebut tercitra di media massa sehingga seluruh lapisan masyarakat mengetahuinya, dimana semakin menguatkan bad public opinion atas birokrasi. Kuatnya bad public opinion tersebut seakan mengubur citra atau perfomace positif sebagian birokrat yang masih memiliki idealisme (tinggi).
Birokrat tidak bias tinggal diam atas permasalahan tersebut dan harus pro aktif menyelesaikan masalah birokrasi. Masalah birokrasi yang lebih dikenal dengan patologi birokrasi seperti dikemukan Sondang Siagian (1988) diantaranya adalah : penyalahgunaan jabatan dan wewenang, KKN, diskriminasi dan kelaambanan pelayanan dan lain–lain. Patologi tersebut seakan susah dihilangkan dengan alasan sistem dan mentalitas birokrat itu sendiri. Relasi sistem dan mentalitas cenderung bersifat negatif dimana tidak ada jaminan salah satunya baik berimbas baik terhadap satunya. Sehingga yang terjadi munculnya ketidak beresan penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan yang lebih parah faktor mental itu sendiri sebenarnya yang merusak sistem yang sudah bagus atau dengan kata lain sebaik apapun sistemnya kalau SDM-nya tidak baik menjadi percuma dan lebih berbahaya ketimbang SDM-nya baik sementara sistemnya kurang baik.
Secara teoritis munculnya patologi birokrasi tersebut disebabkan oleh tipologi birokrasi itu sendiri, dimana dikenal ada tipe Weberian, Parkinsonian, Jacksonian, Orwellian dll. Birokrasi yang ideal seperti dicita–citakan oleh Max Weber tampaknya masih jauh panggang dari api. Faktanya di lapangan belum menunjukan tipe birokrasi seperti yang dikemukan Weber tersebut. Dimana menurut Weber idealnya birokrasi harus efektif, efisien, rasional, professional dan berorientasi publik.
Weberian merupakan tipe yang ideal tapi yang terjadi di lapangan justru tipe Parkinsonian, Jacksonian, Orwellian, dimana ketiag tipe tersebut bersifat negatif. Tipe Parkinsonian ditandai oleh sosok penggelembungan sosok kuantitatif tanpa kesiapan infrastrukur dan suprastruktur, tidak adanya SDM yang capable, pola rekruitmen yang asal – asalan dan prilaku koruptif.
Konsekuensi dari tipe Parkinson itu menyebakan lahirnya patologi birokrasi diantaranya gagap, lamban, berbelit–belit, tebang pilih dan koruptif. Dari patologi tersebut muncul tipe birokrasi Orwellian, dimana Negara menjadikan birokrasi sebagai perpanjangan pemerintah untuk melakukan hal – hal yang tidak semestinya dilakukan birokrasi atas nama Negara. Lebih parah lagi tipe Orwellian tersebut memunculkan tipe Jacksonian yang menempatkan birokrasi sebagai mesin politik pengumpul kekuasaan Negara.
Birokrasi harus berubah ke arah yang lebih baik sebelum terjadi stagnancy karena sudah lama publik dihinggapi oleh ketidakpercayaan terhadap birokrasi. Perubahan seakan sulit tapi kalau tidak secepatnya dimulai akan semakin berbahaya karena bom waktu yang high explosive akan segera meledak. Kuncinya perubahan itu harus oleh birokrat itusendiri yang mau berubah memperbaiki diri.
Khususnya birokrat subang harus segera berbenah, memperbaiki diri menyikapi tuntutan, tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat saat ini. Idealnya sebelum memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, maka patologi birokrasinya harus diobati dulu melalui reformasi birokrasi seperti yang diagendakan oleh pemerintah saat ini. Kalau birokrasinya sudah sehat, kompeten dan professional maka akan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat.
Perubahan yang efektif harus dimulai dari atas (top manager). Perubahan paradigma organisasi berkaitan erat dengan perubahan paradigma kekuasaan itu sendiri. Oleh karena itu untuk mengubah tatanan birokrasi diperlukan perubahan dari level atas atau top eksekutif melalui komitmennya terhadap perubahan itu sendiri. Maka peranan Kepala Daerah yaitu Gubernur, Bupati/Walikota sebagai pimpinan eksekutif di daerah sangat vital terhadap perubahan tatanan birokrasi. Diharapkan dengan adanya komitmen dari kepala daerah terhadap perubahan birokrasi akan membawa angin segar terhadap suasana dan fenomena birokrasi Subang pada khususnya.
Kalau mengacu pada Sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi yaitu :
1. Penataan Struktur Birokrasi;
2. Penataan JUmlah dan Struktur PNS;
3. Sistem Seleksi CPNS dan Promosi PNS secara terbuka;
4. Profesionalisme PNS;
5. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri;
6. Pengembangan Sistem Elektronik Pemerintah (E-Government);
7. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Aparatur;
8. Peningkatan Pelayanan Publik;
9. Efisiensi Penggunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Kerja PNS.
Maka yang paling urgent di Kabupaten Subang adalah program Profesionalisasi PNS dan Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri karena dua program tersebut sangat berkaitan erat atau saling mempengaruhi (relasipositif). Program Profesionalisme PNS mempunyai sub program diantaranya : penetapan standar kompetensi jabatan; peningkatan kemampuan PNS berbasis komptensi; mutasi dan rotasi sesuai kompetensi secara periodik, pengukuran kinerja individu dan lain–lain. Sedangkan program Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri mempunyai sub program diantaranya : perbaikan system penggajian; pemberian Tunjangan Berbasis Kinerja secara Bertahap dan lain – lain.
Sistem birokrasi yang baik harus memiliki sub sistem yang baik juga diantaranya SDM /Aparatur / Birokrat yang baik dengan indikator track record, kompetensi, integritas dan lain–lain sehingga birokrat tersebut dalam mengemban tugas dalam birokrasi akan lebih berdaya, berwibawa, bersih dan capable. Secara umum penempatan PNS dalam suatu jabatan apalagi yang strategis harus menggunakan prinsip the right man on the right place harus melalui kajian yang matang oleh BAPERJAKAT serta tidak boleh asal–asalan atau terkesan dipaksakan oleh alasan yang tidak rasional atau bersifat pribadi. Bahkan jauh beberapa abad yang lampau telah dipraktekan kaum muslim sebagai pandangan manajemen kepegawaian pada masa itu yang mengacu pada ajaran agama Islam dimana terdapat keterangan bahwa “ jika ada penempatan seseorang bukan pada tempatnya maka tunggu kehancurannya ”.
Oleh karena itu untuk mengisi jabatan strategis yang lowong di Pemerintah Kabupaten Subang diperlukan orang–orang yang benar siap, mampu, berkompeten, berpengalaman, bersih dan berintegritas. Tentunya semua itu dapat dilihat dari riwayat pendidikan, pekerjaan atau jejak karier PNS yang bersangkutan. Indikator pengalaman sangat mahal karena tidak bisa dicetak tapi melupakan proses yang terikat waktu. Idealnya mutasi atau promosi seorang PNS harus equivalen dengan latar belakang pendidikan, kemampuan teknis serta rekam jejak karier atau pengalaman kerja, sehingga akan terjadi sinkronisasi antara person dan job.
Munculnya patologi birokrasi seperti di Kabupaten Subang berawal dari tidak diberlakukanya prinsip the right man on the right place mulai dari rekruitmen, penempatan, mutasi dan promosi. Diperparah oleh obesitas komposisi jumlah PNS dan distribusinya yang tidak merata atau tidak proporsional. Keadaan tersebut juga diperparah oleh budaya KKN yang merajalela yang merupakan penyakit lama dan akut bahkan endemic yang dimiliki oleh birokrasi sejak dulu.
Adapun jabatan strategis di Kabupaten Subang yang perlu diisi oleh the right man adalah Sekretaris Daerah, Assisten Sekretaris Daerah, Kepala BKD, Kepala Dinas Bina Marga, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Sosial dan lain –lain. Jabatan tersebut merupakan jabatan yang vital yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah dan hajat hidup masyarakat Subang. Diharapkan Bupati Subang sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dan BAPERJAKAT dapat menempatkan orang yang tepat pada jabatan yang tepat sehingga roda pemerintahan akan berjalan lancar, efektif, efisien dan bermanfaat positif yang besar bagi seluruh masyarakat Subang, sehingga masyarakat Subang akan bangga dengan birokrat subang sebagai birokrat yang bersih, kompeten dan melayani.
7-9-2012
JCK
Langganan:
Postingan (Atom)