Kontribusi Terhadap Dakwah
26/8/2007 |
13 Sya'ban 1428 H | Hits: 10.319
Pada
dasarnya umat manusia menginginkan perubahan dalam hidupnya. Baik secara
individual maupun kolektif. Dan ajaran Islam memberikan konsep yang jelas untuk
mencapainya. Yakni perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dari hari ini.
Kondisi ke arah itu hanya dapat dilakukan melalui penataan dakwah dengan
sebaik-baiknya.
Upaya untuk
mencapai perubahan umat ini, dakwah tidak dapat mengandalkan kekuatan di luar
kemampuan manusia. Sekalipun orang beriman mengakui adanya kekuatan-kekuatan di
luar kemampuan manusia yang dapat mempengaruhi kekuatan dirinya.
Untuk meraih
terwujudnya cita-cita perjuangan dakwah, kontribusi aktivis dakwah menjadi
kunci utamanya. Dengannya kemudahan-kemudahan dakwah akan datang menyertai
perjuangan mulia tersebut. Sehingga kontribusi dalam dakwah merupakan suatu
tuntutan atau keniscayaan.
Kontribusi
Dakwah Merupakan Keniscayaan Dalam Perjuangan (Hatmiyatun Harakiyah)
Kontribusi dalam
dakwah adalah memberikan sesuatu baik jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala
sesuatu yang dipunyai oleh seseorang untuk sebuah cita-cita. Ini menjadi bentuk
pengorbanan seorang kader terhadap dakwah. Perjuangan dan pengorbanan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan.
Kontribusi
dakwah, besar atau kecil memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
menegakkan Islam. Melalui pengorbanan, bangunan ini dapat berdiri tegak dari
komponen satu sama lain baik besar ataupun kecil. Demikian pula kedudukan
status sosial seseorang yang dipandang rendah tatkala memberikan pengorbanannya
maka ia sama kedudukannya dengan yang lain bahkan mungkin lebih tinggi lagi.
Sebagaimana
Rasulullah saw. menggangap mulia seorang penyapu masjid. Karena kerjanya masjid
menjadi bersih dan menarik. Dari kontribusinya itu beliau memberikan tempat di
hatinya bagi tukang sapu tersebut. Beliau mengagumi pengorbanan yang telah
diberikannya. Sehingga Rasulullah saw. melakukan shalat ghaib untuknya. Ini
karena sewaktu tukang sapu masjid itu meningal dunia beliau tidak
mengetahuinya.
Para sahabat
memandang apalah artinya seorang tukang sapu bagi Rasulullah saw. Namun tidak
demikian bagi Rasulullah saw. Tukang sapu itu telah memberikan pengorbanan yang
luar biasa dalam dakwah ini. Semua itu karena ia telah memberikan potensi
miliknya untuk dakwah.
Dalam Majmu’atur
Rasail, Imam Hasan Al Banna rahimahullah, mengingatkan kepada seluruh kader
dakwah untuk selalu berada di barisan terdepan dalam memberikan kontribusi
dakwah, “Wahai Ikhwah, ingatlah baik-baik. Dakwah ini adalah dakwah suci,
jamaah ini adalah jamaah mulia. Sumber keuangan dakwah ini dari kantong kita
bukan dari yang lain. Nafkah dakwah ini disisihkan dari sebagian jatah makan
anak dan keluarga kita. Sikap seperti ini hanya ada pada diri kita –para
aktivis dakwah– dan tidak ada pada yang lainnya. Ingatlah dakwah ini menuntut
pengorbanan. Minimal harta dan jiwa.”
Untuk Meraih
Pertolongan Allah swt. (Intisharullah)
Meskipun
orang yang beriman meyakini bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, tetapi
pertolongan-Nya tidak boleh diartikan sebagai sebuah ‘keajaiban dari langit’
yang datang dengan tiba-tiba dan begitu saja. Sekalipun hal itu bisa saja
terjadi menurut kehendak Allah swt.
Namun
pertolongan Allah itu harus diartikan sebagai respon-Nya terhadap upaya-upaya
yang dilakukan oleh para hamba-Nya dalam memberikan perhatian dan
pengorbanannya kepada dakwah. Firman Allah swt., “Jika kamu menolong (agama)
Allah niscaya Allah akan menolong kamu dan meneguhkan langkah-langkah kamu.”
(Muhammad: 7)
Oleh karena
itu, untuk meraih pertolongan Allah, perlu mencari penyebab datangnya. Salah
satu yang melatarbelakanginya adalah dengan memberikan kontribusi terhadap
dakwah ini. Apalagi di saat dakwah ini menghadapi rintangan dari
musuh-musuhnya. Situasi seperti inilah kontribusi aktivis dakwah dapat menjadi
pintu untuk pertolongan-Nya. Terlebih-lebih dalam situasi yang pelik dan
terjepit. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan
Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah: 214)
Karakter
Aktivis Dakwah (Muwashafatul Jundiyah)
Dalam kaedah
syair Bahasa Arab dikatakan bahwa, ‘Fain faqadu syaian lam yu’thi.‘
Siapa yang tidak punya, maka ia tidak akan dapat memberikan sesuatu. Maka mungkinkah
seseorang akan memberikan kontribusinya sementara dirinya tidak memiliki
apa-apa. Mereka yang tidak bisa memberikan pengorbananan apa-apa sepantasnya
merasa malu. Karena telah banyak kebaikan Allah swt. pada kita. Oleh sebab itu
seorang aktivis dakwah perlu mengetahui apa yang ia punyai.
Kaum yang
beriman, khususnya aktivis dakwah, tidak boleh bakhil. Kontribusi apapun, yang
telah ia tunaikan akan sangat bermanfaat bagi dakwah ini. Kemanfaatan
pengorbanan itu hanya ada pada saat kehidupan di dunia ini baik bagi orang lain
terlebih lagi bagi dirinya sendiri. Setelah mati, tidak ada sesuatu pun yang
bisa diberikan oleh manusia untuk menambah timbangan kebaikannya di alam barzah
kelak.
Karenanya,
karakter aktivis dakwah yang sesungguhnya adalah berwatak merasa ringan untuk
berkorban terhadap dakwah. Tidak ada sesuatupun yang merintanginya untuk
berkorban. Ia cepat merespon tuntutan dakwah ini.
“Hai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang
setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama)
Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong
agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang
lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman
terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (Ash-Shaff: 14)
Kelangsungan
Dakwah (Istimrarud Da’wah)
Memang
kelangsungan dakwah ini telah mendapatkan jaminan dari Allah swt. (At-Taubah:
40). Akan tetapi ia juga berhubungan dengan kontribusi dakwah. Ia ibarat
tetesan darah yang memperpanjang usia perjalanan dakwah ini. Oleh karenanya
pengorbanan aktivis terhadap dakwah menjadi sangat vital.
Dakwah bisa
terus berjalan atau mandeg lantaran pengorbanan aktivisnya. Mereka yang
terdepan dalam memberikan kontribusinya, merekalah yang menjadi pelangsung
dakwah. Sebaliknya mereka yang tidak berada pada barisan ini, menjadi penyebab
mandul atau matinya dakwah. Karena mereka tidak memberikan pengorbanan, Allah
swt. akan menggatikannya dengan aktivis yang lainnya. Hal itu terjadi untuk
mensinambungkan gerak perjalanan dakwah.
“Ingatlah,
kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah.
Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia
hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan
kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia
akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu
(ini)”. (Muhammad:
38)
Adapun
kontribusi yang dapat diberikan seorang aktivis sangat banyak, karena seluruh
potensi yang dimiliki dapat disumbangkan untuk dakwah. Untuk memudahkan kita
memahami kontribusi dalam dakwah ini, al-atha’ ad-da’awy diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Al-Atha’
Al Fikry (Kontribusi Pemikiran)
Jiwa dari
perjuangan da’wah adalah kontribusi pemikiran karena nilai-nilai Islam hidup
bersama hidupnya pemikiran Islam di tengah-tengah umat. Umat ini tidak boleh
sepi untuk mendayagunakan pemikirannya. Agar menghasilkan solusi yang telah
diberikan Islam.
Ajaran Islam
mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia dari
berbagai zaman dan peradaban. Dan solusi yang diberikan mencakup berbagai
aktifitas kehidupan manusia. Untuk mendapatkan jawabannya umat Islam harus
mampu menggunakan satu senjata yang telah ditunjukkan oleh Allah swt. yakni
ijtihad. Karenanya Rasulullah saw. sangat menghargai proses ijtihad yang
dilakukan para pemikir ummat Islam sebagaimana pesan yang disampaikannya kepada
Mu’adz bin Jabbal ketika akan membuka wilayah Yaman.
Dr. Yusuf
Qaradhawi menyatakan dalam buku Fiqhul Aulawiyat : “Yang tampak oleh
saya bahwa krisis kita yang utama adalah ‘krisis pemikiran’ (azmah fikriyah).
Di sana terdapat kerancuan pemahaman banyak orang tentang Islam. Kedangkalan
yang nyata dalam menyadari ajaran-ajarannya serta urutan-urutannya. Mana yang
paling penting, mana yang penting dan mana yang kurang penting. Ada pula yang
lemah memahami keadaan masa kini dan kenyataan sekarang (fiqh al waqi’).
Ada yang tidak mengetahui tentang ‘orang lain’ sehingga kita jatuh pada
penilaian yang terlalu ‘berlebihan’ (over estimasi) atau sebaliknya
‘menggampangkan’ (under estimasi). Sementara orang lain mengerti benar
siapa kita bahkan mereka dapat menyingkap kita sampai ke ‘tulang sumsum’ kita.
Sampai hari ini kita belum mengetahui faktor-faktor kekuatan yang kita miliki
dan titik-titik lemah yang ada pada kita. Kita sering membesar-besarkan sesuatu
yang sepele dan menyepelekan sesuatu yang besar, baik dalam kemampuan maupun
dalam aib-aib kita.’
Kontribusi
kaum muslimin dalam bidang pemikiran akan melahirkan sebuah tsaqafah
(intelektualitas) dan hadlarah (peradaban) Islam, sebagaimana yang
pernah ditunjukkan dalam sejarah peradaban manusia sejak masa Rasulullah saw.
sampai dengan pemerintahan Islam sesudahnya. Karena dari sikap inilah muncul
kreativitas dan inovasi baru dalam kehidupan ini. Dengan terbiasanya berpikir
untuk dakwah maka mereka akan terbiasa melahirkan sesuatu yang belum dipikirkan
orang lain. Sehingga manajemen modern sedang menggalakan umat manusia untuk
senantiasa berbuat sebelum orang lain sempat berpikir. Hal itu terjadi apabila
kita terbiasa berpikir cepat dari yang lainnya. Karenanya seorang aktivis
dakwah tidak boleh miskin ide dan gagasan apalagi kikir untuk dikontribusikan
terhadap dakwah.
2. Al-Atha’
Fanny (Kontribusi Keterampilan)
Keterampilan
merupakan anugerah mahal yang diberikan Allah swt. kepada manusia. Skill ini
akan menjadi kekayaan yang tak ternilai. Keterampilan ini dapat pula menjadi
eksistensi manusia itu sendiri. Bahkan Allah sangat menghargai keterampilan
yang dapat menghantarkannya ke jalan-Nya yang paling baik. Yakni skill yang
dapat berguna untuk kepentingan dakwah. Untuk kepentingan inilah skill tersebut
mendapatkan penghargaan di sisi Allah swt.
“Katakanlah:
‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.’ Maka Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’: 84)
Sesungguhnya
semua skill yang dimiliki seseorang dapat memberikan pengaruh yang besar
terhadap dakwah. Kemenangan dakwah dalam sepanjang sejarah juga diwarnai oleh
keterampilan dari para pahlawan Islam. Ada yang mahir menunggang kuda dari
balik perut kuda hingga bisa membuka benteng musuh. Ada yang terampil
menggunakan pedangnya hingga tampak bagai tarian. Ada juga yang ahli dalam
mengadu domba hingga mematahkan kekuatan barisan musuh dan masih banyak lagi
yang lainnya. Karena itu para pengemban risalah dakwah ini mendorong umatnya
untuk turut serta dalam mendayagunakan keterampilannya bagi kemenangan dakwah.
“Katakanlah:
‘Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula), maka kelak kamu akan mengetahu.’” (Az-Zumar: 39)
3. Al-Atha’
Al-Maaly (Kontribusi Materi)
Kontribusi
materi merupakan kekuatan fisik dari dakwah karena ia akan menggerakkan
jalannya perjuangan ini. Berbagai sarana perjuangan diperlukan dan harus
diperoleh melalui penyediaan material dan finansial. Oleh karena itu berbagai
persiapan dalam hal ini diperintahkan Allah swt. sebagaimana firman-Nya: “Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukuop kepadamu dan kamu tidak
akan dianaiaya (dirugikan).” (Al-Anfal: 60)
Para sahabat
telah menunjukkan betapa perjuangan dakwah harus diikuti oleh perjuangan
mengorbankan harta, bahkan kadangkala dalam jumlah yang tiada taranya. Abu
Bakar Shiddiq adalah sahabat yang rela mengorbankan seluruh harta miliknya di
jalan Allah, sedangkan Utsman bin Affan yang kaya raya itu juga sangat luar
biasa tanggung jawabnya dalam persoalan kontribusi material ini. Ketika pada
masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi musim paceklik Utsman menyumbangkan
gandum yang dibawa oleh seribu ekor unta.
Perjuangan
yang dihidupkan tidak hanya dengan semangat dan pemikiran, tetapi juga dengan
dukungan materi yang kuat, akan mampu mengimbangi dengan musuh-musuh yang
seringkali memiliki sarana yang lengkap dan hebat. Perhatian dalam hal ini
adalah sebuah kewajiban yang asasi karena ini merupakan tuntutan sunatullah.
Inilah yang ditunaikan Rasulullah saw. ketika memproduksi senjata-senjata
perang, yang ditunaikan Umar bin Khattab ketika menciptakan “panser-panser” (dababah)
atau Utsman bin Affan ketika membangun angkatan laut yang kuat di bawah
pimpinan Muawiyah.
4. Al-Atha’
An-Nafsy (Kontribusi Jiwa)
Kontribusi
jiwa (nafs) dapat berbentuk pengorbanan untuk menundukkan
dorongan-dorongan nafs-nya yang memerintahkan kepada fujur dan menyerahkannya
kepada ketakwaan. Sesungguhnya ini adalah kontribusi yang mendasari seluruh
kontribusi lainnya. Seorang harus mengatasi keinginan-keinginan untuk
membesarkan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mau berkorban bagi pihak
lain. Ia harus membebaskan dirinya dari sifat bakhil yang mengungkung jiwanya
baik dalam aspek material maupun non-material.
Kontribusi
terbesar diberikan seseorang kepada dakwah apabila ia rela tidak saja
menundukkan jiwa kebakhilannya, tetapi bahkan melepas jiwanya itu sendiri dari
badannya demi perjuangan dakwah. Inilah cita-cita terbesar dari seorang pejuang
dakwah yang diikrarkannya tatkala ia mulai melangkahkan kakinya di jalan
dakwah: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan AlQur-an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah:
111).
Termasuk
dalam kontribusi jiwa ini adalah kontribusi waktu (al waqt) dan
kesempatan (al furshokh) yang dimiliki seseorang dalam perjalanan
kehidupannya. Waktunya tidak akan dibelanjakan kepada hal-hal yang tidak
memiliki aspek kedakwahan. Ia juga tidak akan menciptakan atau mengambil
kesempatan-kesempatan dalam kehidupannya kecuali yang bernilai akhirat.
5. Al-Atha’
Al-Mulky (Kontribusi Kewenangan)
Kewenangan
yang dimiliki seseorang dalam jajaran birokrasi pemerintahan ataupun
kemasyarakatan dapat juga bermanfaat untuk kemajuan dakwah. Baik birokrasi
tingkat rendah apalagi tingkat yang lebih tinggi. Dengan jabatan dan
kewenangannya ia dapat menentukan sesuatu yang dapat dipandang baik atau buruk
terhadap pertumbuhan dakwah.
Karenanya
jabatan dan kewenangan yang ada padanya harus bisa memberikan pengaruh terhadap
geliatnya dakwah. Bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja. Tidak
jarang kita jumpai banyak orang yang tidak mempergunakannya untuk dakwah malah
kadang mempersempit ruang gerak dakwah. Tidak seperti umat lain yang
memaksimalkan jabatan dan kewenangannya untuk kepentingan dakwah mereka.
Lihatlah
paparan kisah yang Allah swt. ceritakan dalam Al-Qur’an tentang pembelaan
pengikut Nabi Musa yang berada di jajaran pemerintahan Fir’aun meski harus
menyembunyikan imannya. Dan seorang laki-laki yang beriman di antara
pengikut-pengikut Fir`aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu
akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: Tuhanku ialah Allah,
padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari
Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa)
dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang
diancamkannya kepadamu akan menimpamu.” Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Al-Mukmin: 28)
Begitu
berartinya jabatan dan kewenangan bagi dakwah, sampai-sampai Rasulullah saw.
berdoa pada Allah swt. agar memberikan hidayah Islam kepada pembesar Qurasiy,
yakni antara dua Umar: Umar ibnul Khaththab atau Amr bin Hisyam.
Kiat untuk
dapat memberikan kontribusi dakwah
Untuk dapat
mendorong dirinya memberikan kontribusinya dalam dakwah, aktivis dakwah perlu
mengupayakan kiat-kiat jitu dalam berkorban. Pertama, biasakan diri
untuk memberikan kontribusi setiap hari meskipun dalam jumlah yang kecil.
Sedapatnya bisa berkorban baik harta, waktu, dan tenaga setiap hari, pekan
ataupun waktu-waktu lainnya. Kalau perlu dengan ukuran yang jelas, misalnya
satu hari memberikan kontribusinya untuk dakwah Rp 1.000 atau dua jam dari
waktunya atau satu gagasannya. Sehingga apa yang ia berikan dapat terukur.
Untuk dapat membiasakannya bila perlu memberikan sanksi jika meninggalkan
kebiasaan tersebut. Seperti Umar menyumbangkan kebunnya karena tidak shalat
berjamaah. Ibnu Umar memperpanjang shalatnya bila tidak berjamaah. Rasulullah
saw. mengerjakan shalat dhuha 12 rakaat bila meninggalkan qiyamullail.
Kedua, meningkatkan kemampuan visualisasi terhadap balasan
dan ganjaran dunia dan akhirat. Apalagi balasan yang dijanjikan-Nya sangat
besar, Allah swt. akan memberikan kedudukan yang kokoh di dunia atas segala
kontribusi yang diberikan (An-Nuur: 55). Allah swt. juga memandang mulia orang
yang berkorban, bahkan derajatnya ditinggikan dari orang yang lainnya
(An-Nisaa’: 95). Keyakinan akan balasan dan ganjaran yang diberikan akan
memudahkan orang akan menyumbangkan apa saja yang dimilikinya.
Ketiga, selalu bercermin pada orang lain dalam berkorban.
Orang beriman akan menjadi cermin bagi yang lainnya. Dengan senantiasa melihat
apa yang dilakukan yang lain. Paling tidak dapat memberikan dorongan untuk
melakukan seperti yang dilakukan orang lain. Tidak jarang para sahabat
berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan lantaran bercermin dari sahabat
lainnya.
Keempat, selalu meyakini bahwa setiap pengorbanan yang
diberikan akan memberikan manfaat yang sangat besar baik bagi dirinya ataupun
yang lain. Keyakinan yang demikian akan mendorong untuk selalu berbuat. Sebab,
betapa banyaknya orang yang dapat menikmati atau mengambil faedah dari apa yang
kita lakukan. Sebagaimana ditemukan sebuah penelitian, para pekerja pembuat
obat di pabrik tidak jadi melakukan mogok kerja karena mereka melihat langsung
bahwa banyak pasien di rumah sakit yang sangat membutuhkan obat yang mereka
buat.
Kelima, senantiasa berdoa pada Allah swt. agar dimudahkan
untuk selalu berkorban. Karena Allah swt. pemilik hati orang beriman sehingga
dengan berdoa diharapkan hati kita senantiasa berada di barisan terdepan untuk
memberikan kontribusi bagi kemenangan dakwah. Dengan berdoa dapat bertahan
untuk memperjuangkan dakwah hingga akhir hayat kita.
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima
dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (Al-Maidah: 27
|